Tabloid Online, Parittiga, Bangka Barat – Ramainya pemberitaan di beberapa media online lokal terkait dugaan praktik pungli yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa Sekar Biru, Bonar, menjadi perhatian dan sorotan tajam bagi publik khususnya di Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kep. Bangka Belitung, Senin 7 April 2025.
Seperti yang kita ketahui bersama Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adala salah satu program pemerintah pusat yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat Indonesia, program PTSL adalah salah satu program pemerintah guna mempermudah proses pelayanan masyarakat tentang pembuatan surat tanah atas hak tanah yang ia miliki.
Namun niat baik dan mulia pemerintah ini hanya di jadikan ajang manfaat bagi segelintir oknum yang hanya memikirkan keuntungan pribadi, bahkan mereka tidak menghiraukan aturan yang sudah ditentukan oleh pemerintah, sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri
Warga: Bukan Hanya Satu Orang Warga Tapi sudah Banyak
Seperti yang saat ini terjadi di Desa Sekar Biru Kecamatan Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, di program PTSL tahun 2024 diduga telah menjadi ajang pungli oleh sang oknum Kepala Desa.
Hasil investigasi Awak media, seorang oknum Kades Di Kecamatan Parit Tiga, yang berinisial BN, di duga sudah berani memungut biaya PTSL diluar ketentuan. 03/04/25
Menurut keterangan salah seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan, modus yang digunakan oleh sang Kades adalah dengan memanggil dirinya agar datang kerumah Kades pada malam hari dengan alasan sertifikat miliknya telah selesai.
“Disuruh datang kerumah, bukan ke kantor desa, katanya sertifikat saya sudah jadi. Setelah diperlihatkan sertifikat milik saya tersebut, barulah dia meminta biaya pada saya sebesar Rp 700 rb. ya mau gak mau saya kasih lah,” ungkapnya
Dirinya menambahkan jika bukan hanya dirinya yang mendapat perlakuan serupa, namun juga warga lain yang memiliki tanah di Desa tersebut.
“Simple saja, jika dia (Kades) membantah, kumpulkan semua yang sertifikat tanahnya keluar pada tahun 2025, lalu tanyakan pada mereka semua berapa diminta uang, dimana sertifikat diserahkan, berapa besaran yang diminta, tapi yang manggil ya mesti aparat hukum, biar mereka gak berani bohong,” tutupnya
Kades Sekar Biru Membantah dan Mengaku Bertemaan dengan Ketua Organisasi Wartawan HS
Namun Kades Sekar Biru saat dihubungi membantah berita jika dirinya telah melakukan pungutan pada warga terkait pembuatan sertifikat tanah PTSL, malah dirinya menanyakan tempat tinggal wartawan Gerbangindo.com sembari mengatakan jika dirinya merupakan teman salah seorang ketua organisasi wartawan.
“Itu tidak benar. Bapak tinggal dimana? Nanti kalau ada waktu kita ketemu pak, saya ini temannya pak HS (ketua salah satu organisasi wartawan),” jawabnya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Bangka Barat melalui Kasi Intel, Johan ketika dikonfirmasi sebelum hari Raya Idul Fitri 27/03/25 belum bisa memberikan tanggapan karena dirinya sedang dalam perjalanan.
“Mohon maaf pak saya sudah di jalan pulang” jawabnya singkat.
Tim Issuu akan terus mendalami kasus ini melalui informasi warga sebagai acuan dan tambahan data terkait praktik pungutan liar atas program PTSL yang diduga dilakukan oleh Bonar Kepla Desa Sekar Biru, Kecamatan Parittiga itu.
Peringatan Keras Menteri ATR Nusron Wahid Bagi Kades Pelaku Pungli Program PTSL
Dilansir dari Monitor Hukum Indonesia – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, telah menyampaikan peringatan keras terkait praktik pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ia menegaskan bahwa kepala desa atau panitia yang menetapkan biaya di luar ketentuan resmi program ini dapat dikenai sanksi hukum, bahkan jika dana pungli sudah dikembalikan.
Program PTSL dirancang untuk membantu masyarakat mengurus sertifikat tanah dengan biaya terjangkau. Pemerintah telah menetapkan biaya maksimal yang diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa dan PDTT, guna menjaga transparansi dan meringankan beban warga.
SKB Tiga Menteri menetapkan batas biaya maksimal yang berbeda-beda sesuai wilayah sebagai berikut:
1. Jawa dan Bali: Rp150.000
2. Sumatera dan Kepulauan Riau: Rp200.000
3. Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua: Rp250.000
4. Wilayah pedalaman yang sulit dijangkau: Hingga Rp450.000
Aturan ini berlaku sejak tahun 2016, dan masyarakat yang merasa dirugikan oleh pungli dalam PTSL dapat melaporkan hal ini meski tanpa kwitansi, asalkan didukung keterangan minimal tiga saksi yang turut dirugikan.
Namun, meskipun ketentuan ini sudah disosialisasikan, laporan dari berbagai daerah menunjukkan adanya pungutan tambahan yang signifikan. Beberapa warga bahkan mengaku diminta membayar hingga Rp1 juta, yang jelas melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
Menteri Nusron menegaskan bahwa pelanggaran tetap akan diproses secara hukum, meskipun pihak yang bersangkutan telah mengembalikan dana pungli kepada warga. “Proses hukum akan tetap berjalan, meskipun uang yang sudah dipungut dikembalikan. Ini bentuk kejahatan dalam jabatan yang tidak bisa dibiarkan. Kami akan menindak pelanggaran sesuai aturan yang berlaku untuk memberikan efek jera,” ujar Nusron Wahid.
Praktik pungli dalam PTSL ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dengan beberapa pasal yang bisa dikenakan:
1. Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – Melarang pemerasan oleh pejabat publik, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
2. Pasal 368 KUHP – Mengatur sanksi pemerasan dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara
3. Pasal 423 KUHP – Mengatur sanksi penyalahgunaan wewenang dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara.
Selain ancaman pidana, pelaku juga bisa dikenai sanksi administratif, termasuk pemberhentian dari jabatan mereka
Sebagai langkah antisipasi, Kementerian ATR/BPN membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktik pungli PTSL. Warga dapat melaporkan pelanggaran ini melalui kanal pengaduan resmi Kementerian ATR/BPN atau melalui dinas pertanahan setempat.
Sejumlah laporan sedang diproses, termasuk di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, di mana warga mengaku dipungut hingga Rp700.000, padahal biaya resmi untuk wilayah Jawa hanya Rp150.000.
Kementerian ATR/BPN bersama pemerintah daerah juga gencar melakukan sosialisasi agar masyarakat memahami hak dan kewajiban dalam program PTSL. Nusron Wahid menekankan pentingnya transparansi pemerintah daerah dalam menerapkan ketentuan biaya. “PTSL adalah hak masyarakat, bukan ajang untuk pungli,” tegas Nusron.
Harapan untuk Program PTSL yang Bersih
Pemerintah berharap dengan tindakan tegas ini, program PTSL dapat terlaksana dengan lebih bersih, adil, dan bebas dari pungli. Nusron menekankan bahwa sosialisasi, pengawasan, dan langkah hukum yang tegas adalah kunci untuk mencapai tujuan awal program ini, yakni mempermudah masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah dengan biaya terjangkau. ( red )