Perseteruan PWI HCB Vs PWI KLB, ZULMANSYAH SEKEDANG SEHARUSNYA JADI SEKURITI DISKOTIK

0
49

Hampir tiga bulan terakhir, sejak Juli 2024 lalu, mBah Coco tiap hari dikasih informasi, tentang peperangan atau perseteruan antara PWI Pusat versi Hendry Ch Bangun (HCB) dengan kubu Dewan Kehormatan PWI, Sasongko Tedjo. Di bulan Juli 2024, mereka sudah mulai saling pecat memecat.

Japri dari banyak para sahabat wartawan “bodrex permanen” tiap hari ini modar-mandir di Hape mBah Coco. Sumpeh!

Dan, kemudian, semakin menggebu-gebu, ketika mBah Coco, kembali mendapatkan informasi, bahwa kubu PWI HCB, ternyata melahirkan PWI Kongres Luar Biasa (KLB), yang menunjuk Zulmansyah Sekedang, sebagai ketua umum PWI Pusat versi KLB, 18 – 19 Agustus 2024.

Bahkan, lembaga pemerintah yaitu Menteri Hüküm dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas pada Rabu 28 Agustus 2024, menerima dua kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan sekaligus melakukan mediasi atas konflik yang terjadi di tubuh PWI

Dalam pertemuan tersebut, Hendry CH Bangun dan Zulmansyah Sekedang, sepakat untuk rekonsiliasi dan membangun PWI demi Pers Indonesia

Keduanya, juga buat statement. “Demi kebaikan pers Indonesia, tentu saya bersedia untuk rekonsiliasi” ungkap Hendry Bangun. Sebaliknya, Zulmansyah berceloteh; “Rekonsiliasi adalah jalan terbaik bagi PWI dan Pers Indonesia” tegasnya. Kesepakatan ini membuat komitmen keduanya untuk bersama sama menyelesaikan konflik dan membangun PWI.

“Pers sebagai fourth estate harus kuat jangan terpecah, saya sedih jika melihat Pers pecah, kita bersyukur banyak perubahan perubahan di negara kita ini karena peran pers, jadi kalau pers kita sudah pecah, apalagi yang kita harapkan?, malam ini saya senang karena PWI kembali menjadi satu, mari kembali bergandengan tangan kembali”, ujar Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dalam pertemuan tersebut.

Namun, di akhir Agustus, lagi-lagi mBah Coco, dikagetkan ada kiriman di hape, mengenai surat dari lembaga Dewan Pers, tertanggal 29 September 2024, yang salah satu isinya, memutuskan bahwa, Kantor Gedung Dewan Pers lantai 4, Jl. Kebun Sirih No 32-34, Jakarta Pusat, mulai 1 Oktober 2024, tidak dapat digunakan oleh kedua belah kubu PWI HCB dan PWI KLB, sampai batas waktu yang akan ditetapkan kemudian.

Dari sini, mBah Coco, mencari CCTV yang sejatinya soal penggunaan Gedung Dewan Pers.

Dari sini, pengurus Dewan Pers, dibawah Dr. Ninik Rahayu, S.H, M.S, sepertinya butuh cek and ricek (mungkin nggak pernah dapat pelajaran ilmu jurnalis) soal penggunaan Gedung Dewan Pers. Karena, dari CCTV mBah Coco, menjelaskan, bahwa ternyata yang berhak melarang penggunaan asset, adalah Kuasa Pengguna Anggaran, dalam hal ini Pejabat Eselon II Kemenkominfo, bukan Dewan Pers.

mBah Coco, mengingatkan Ninik Rahayu, agar bisa taat aturan, dan taat regulasi yang ada. Dewan Pers, sebagai lembaga independent, terlalu masuk ke dalam tubuh PWI Pusat. Seolah-olah sebagai wasit yang baik. Nyatanya, wasit bodong dan tidak taat aturan, soal penggunaan Gedung Dewan Pers.

mBah Coco, kembali ingatkan kepada pengurus Dewan Pers. Bahwa, Ketua Dewan Pers bukan Pengguna Anggaran dan bukan Pengguna Barang. Kembali dari CCTV mBah Coco, menjelaskan, bahwa kewenangan pengelolaan Geduang Dewan Pers, ada di Kuasa Pengguna Anggaran, yaitu Sekretaris Sekretariat di Dewan Pers, yang merupakan Pejabat Eselon II A (Birokrat/PNS).

Artinya, surat Ketua Dewan Pers tidak sah – alias bodong dan menurut mBah Coco, terkesan seperti HOAX. Yaitu,, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, untuk membuat surat peringatan kepada siapa pun, dalam penggunaan Gedung Dewan pers. Ngerti, kan Son!

Menurut mBah Coco, Gedung Dewan Pers, bisa digunakan atau tidak oleh dua lembaga, yaitu PWI Pusat dan lembaga Dewan Pers (saat ini), akan memiliki kekuatan hukum, kalau ada tandatangan, Sekretaris dari Sekretariat Dewan Pers, selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bukan tandatangan Ketua Dewan Pers.

Minggu lalu, mBah Coco, lagi leyeh-lehey MaTiPa di sebuah desa yang indah, lagi-lagi dijapri para sahabat jurnalis. Yang isinya, bahwa Ketua PWI KLB, Zulmansyah Sekedang, menempelkan sehelai kertas yang berbunyi sbb :

Kantor ini untuk sementara digembok DILARANG MASUK, Kami akan pidanakan jika dirusak. Jakarta, 30 September 2024. Zulmansyah Sekedang, Ketua PWI Pusat.

Sejak kapan Zulmansyah sebagai preman atau pendemo, berani-beraninya membuat surat atas nama Ketua PWI Pusat?

mBah Coco, jadi semakin terheran-heran. Sepertinya, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, “just the same” bloonnya, dengan Zulmansyah Sekedang. Seolah-olah, yang memiliki hak menggunakan Gedung Dewan Pers itu, hanya Ketua Dewan Pers, dan Ketua PWI KLB (yang abal-abal)?

mBah Coco, semakin curiga dengan sepak terjang Zulmansyah Sekedang, sejak menjadi wartawan di lapangan, sepertinya semua tulisannya asal ditulis, tidak gunakan kaidah jurnalistik. mBah Coco, semakin tidak percaya, Zulmansyah Sekedang, bisa dapatkan Kartu Anggota PWI itu dari mana? Siapa yang menguji Zulmansyah dapat Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Jangan-jangan dapatnya kartu PWI nyogok penguji?

Mengapa?

Karena, ciri-ciri sebagai wartawan tidak melekat dalam sosok Zulmansyah Sekedang. Tidak ada karakter intelektual, tidak mencerminkan sebagai wartawan yang melakoni kode etik jurnalistik. Dan, cenderung sejak awal sebagai wartawan, terkesan sebagai wartawan “bodrex.”

Bahkan, saat dipertemukan dengan HCB oleh Menkumham, Supratman Andi Agtas, Rabu 28 Agustus 2024, untuk melakukan rekonsiliasi, Zulmansyah nggak mudeng. Apa itu artinya rekonsiliasi? Maklum, terkesan bukan wartawan, sehingga nggak paham arti rekonsiliasi.

mBah Coco, membayangkan Zulmansyah, saat sebagai wartawan, atau kemudian meniti karirnya sebagai redaktur. Apakah mampu memberi ilmu jurnalistik kepada anak didiknya di lapangan, dengan mengutamakan check balance.

Sehingga, Zulmansyah Sekedang, tidak mampu memiliki insting jurnalistik, dan cenderung jadi preman (kalau tidak mau dikatakan sebagai debt collector). Bahwa, untuk membuat pengumuman, harus mengetahui lebih dulu, siapa sebenarnya pengelola Gedung Dewan Pers?

Tapi, karena nggak memiliki insting jurnalistik, nggak punya wawasan sebagai wartawan, soal siapa pengelolaan Gedung Dewan Pers. Versi mBah Coco, kok nggak malu, berani sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sedangkan ilmu jurnalistiknya kosong blong….!

Dengan gaya preman, seolah-olah jagoan, dan kebetulan didukung para wartawan yang rata-rata juga sudah “bodrex permanen”, dengan gagah perkasa, menggembok Gedung Dewan Pers, lantai 4, yang bukan haknya untuk melakukan penggembokan. Termasuk, bukan haknya Ninik Rahayu, sebagai Ketua Dewan Pers.

Saran mBah Coco, kepada Zulmansyah Sekedang, mendingan jangan jadi Ketua PWI Pusat yang anggotanya “bodrex permanen”. Mendingan,punya profesi sebagai sekuriti diskotik di Jakarta Barat (maklum banyak karaoke dan diskotik).

Kalau, mau cari tambahan di luar sekuriti, mBah Coco bisa carikan order “job sampingan”, sebagai satpam “judi online.” Bijimane?

copas at Dadang Rahmat Pemred mitrapol

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here